Jumat, 20 Desember 2013

GODAAN IBLIS PADA EMPAT ARAH

godaan iblisPermusuhan iblis kepada manusia terus berlangsung hingga hari kiamat. Semenjak diusirnya iblis dari jannah, ia bersumpah untuk menyesatkan seluruh anak Adam dari jalan yang lurus. Iblis dan pengikutnya selalu meningkatkan ketrampilan diri mereka dalam menggoda manusia. Sumpah iblis ini diabadikan dalam al qur’an ;
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (*) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
Iblis berkata: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). [ QS. Al A’raf : 16 – 17 ].
Dari sinilah kita harus hati-hati dan memohon kepada Allah Ta’ala agar diberikan keistiqamahan dan tidak tergoda dengan jalan-lan setan. Nabi sallallahu alaihi wasallampun juga mengajarkan kepada kita suatu do’a yang dibaca pagi dan sore hari. Diantara do’a tersebut adalah ;
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي
Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu ‘afiat (keselamatan dari segala keburukan) di dunia dan di akhirat. Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu pemaafan dan ‘afiat pada agamaku dan kehidupan duniaku, keluarga, dan hartaku. Ya Allah tutuplah aurat-auratku, berikan rasa aman padaku. Ya Allah jagalah aku dari arah depan, belakang, kanan, kiri, dari atas, dan aku berlindung pada keagunganMu agar aku tidak tersambar dari bagian bawahku (H.R Abu Dawud dari Ibnu Umar, dishahihkan oleh Syaikh al-Albany)
Arti dari empat penjuru
Ayat Al Quran di atas menjelaskan bahwa Iblis akan selalu menghalang-halangi kita dari jalan yang lurus. Caranya, dia akan mendatangi kita dari muka, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri kita. Lalu apa maksud dari keempat penjuru itu?. Kenapa setan memilih menggoda manusia dari empat arah?. Inilah penjelasan dari para ulama ahli tafsir :
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-A’raf ayat 17 di atas adalah:
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka”: Iblis akan membuat manusia ragu akan permasalahan akhirat (Min baini Aidihim). “dan dari belakang mereka”: membuat mereka cinta kepada dunia (Wa Min Kholfihim). “dari kanan”: urusan-urusan agama akan dibuat tidak jelas (Wa ‘An Aimaanihim). “dan dari kiri mereka”: dan manusia akan dibuat tertarik dan senang terhadap kemaksiatan (Wa ‘An Syama’ilihim).
Empat arah ini akan kami jelaskan satu persatu. Semuanya agar lebih jelas dan lebih bermanfaat bagi kita. Karena dengan semakin pahamnya kita terhadap tipudaya setan, insyaAllah akan semakin jauh dari jerat-jeratnya. Diantaranya adalah ;
Pertama; Dari depan, maksudnya adalah dibuatnya ragu dan lupa pada urusan akhirat. Terpikirkanpun tidak, terbersitpun tidak, dibuat ragu/putus asa terhadap adzab kubur. Buktinya sekarang bermunculannya guyonan mengenai neraka. Mereka mengatakan kalo masuk neraka akan tambah asik karena akan dikumpulkan dengan para bintang film yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Sungguh guyonan parah yang bisa menjadikan seseorang keluar dari islam. Hal ini menunjukkan keberhasilan iblis. Manusia dibuat tidak tahu akan pedihnya adzab neraka, sehingga mampu berolok-olok akan neraka yang sangat pedih siksanya. Mereka tidak tahu bahwa api neraka yang hanya sebesar korek api pun jika dijatuhkan pada lautan dunia niscaya akan kering seketika laut dunia, menguap tak bersisa.
Untuk membentengi diri dari ancaman iblis ini maka kita harus selalu mengingat kematian. Kemudian juga mempelajari ilmu mengenai alam kubur, siksa dan nikmatnya. Juga mempelajari pedihnya neraka. Mempelajari juga betapa nikmatnya surga sehingga makin jelaslah kenikmatan dan kesengsaraan yang akan didapat nanti sebagai akibat dari setiap apa yang kita lakukan di dunia. Karena setiap apa yang kita lakukan akan dibalas di akhirat sana. Setiap kebaikan walau hanya sebesar biji sawi akan dibalas dengan kenikmatan. Sebaliknya, seberat biji sawi dari sebuah kejelekan akan dibalas di akhirat nanti. Inilah inti dari iman kepada hari akhir.
Kedua; dari Belakang. Adalah membuat mereka cinta kepada dunia. Maksudnya dunia dibuat sangat indah, baik, penuh warna. Sehingga orang sangat senang, gandrung, bahkan mencintai dunia melebihi akhirat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah sallallahu alaihi wasallam ;
إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرةٌ ، وإنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرَ كَيفَ تَعْمَلُونَ ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ ؛ فإنَّ أَوَّلَ فِتْنَةُ بَنِي إسرائيلَ كَانَتْ في النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Dan sesungguhnya Allah akan menyerahkannya kepada kalian dan melihat apa yang akan kalian lakukan. Maka, berhati-hatilah kalian pada dunia, dan berhati-hatilah juga pada para wanita ! Karena fitnah yang pertama kali menimpa Bani Israil datang dari para wanita”. [ Muslim no. 2742 ].
Kalau seandainya orang diberi pengumuman, barangsiapa sholat shubuh sebulan penuh diberi mobil alphard all new dengan menukarkan absensi yang ditandatangani oleh takmir. Pastilah berbondong-bondong orang melakukan sholat shubuh di masjid. Padahal setiap 2 rakaat sebelum shubuh telah Allah janjikan lebih dari dunia seisinya.
Hari ini orang-orang datang kekonser yang tidak diberi makan dan minum bisa puluhan ribu orang dibanding datang ke pengajian yang diberi makan, minum, bahkan ilmu yang manfaat. Inilah beberapa contoh keberhasilan iblis yang telah mengembangkan berbagai metode menyesatkan manusia selama beratus-ratus tahun.
Terapi dari gandrungnya kita terhadap dunia adalah dengan mengingat bahwa kita hidup dunia ibarat seorang musafir yang berteduh di bawah pohon. Setelah beberapa saat beristirahat, maka musafir tersebut akan melanjutkan perjalanannya. Inilah gambaran Rasulullah sallallahu alaihi wasalam tentang dunia. Belau bersabda dalam hadistnya ;
مَا أَنَا وَالدُّنْيَا إِنَّمَا أَنَا وَالدُّنْيَا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Apa urusanku dgn dunia ini ?. Sesungguhnya diriku & dunia ini bagaikan seseorang yg tengah berjalan kemudian berteduh di bawah pohon, lalu aku pergi meninggalkan (pohon tersebut). [ Hadits ibnumajah 4099 ].
Ketiga dari Kanan. Maksudnya, urusan-urusan agama dibuat tidak jelas. Manusiapun dibuat berat dalam melaksanakan berbagai kebaikan.
Saat seseorang hendak bertahajud dan sudah bangun pada malamnya, setan membisikan suara dalam hati: lanjutkan tidurmu, malam masih panjang. Dan ketika ia sudah mendekati subuh, setan membisikkan : Terus tidurlah, baru adzan nanti saja kalau sudah iqomah. Dan saat ia sadar bahwa iqamah telah disuarakan oleh muadzin, maka setan membisikkkan : Nanti saja, shalat nanti-nanti juga diperbolehkan. Sehingga ia luput dari shalat tahajud dan juga shalat subuh berjama’ah.
Setan terus membisikkan bisikan-bisikan yang menjadikan orang berat untuk beribadah. sehingga banyak diantara manusia yang menyia-nyiakan shalat dan bahkan telah meninggalkan shalat karena berkayikinan bahwa Allah maha pengampun dan tidak akan menyiksa hambanya yang masih mengaku muslim.
Begitu pula saat kita hendak berinfaq. Sudah terambil uang 100rb, setan membisiki : uang sebesar itu bisa kau gunakan untuk berbagai kebutuhan seperti parkir, nyemir sepatu, beli bensin. Kamu bisa miskin kalau berinfaq sebesar itu. Uang segitu bisa kamu kasihkan ke anak atau istri. Akhirnya dimasukkan dompet, turun lembar besar berikutnya, 50ribu, dibisiki lagi, jadi lembar berikutnya 30 ribu dan seterusnya hingga akhirnya cuma 1rb.
Setan berusaha untuk menggagalkan atau mengurangi kadar ketaatan seseorang. Maka, kita harus bersegera dalam melakukan kebaikan agar tidak berubah pikiran karena bisikan setan. Bersegera melakukan kebaikan juga merupakan perintah Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam al qur’an ;
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ * الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran : 133-134)
Ke empat, dari kiri. Maksudnya kemaksiatan dikemas dan dipoles sedemikian rupa sehingga nampak indah dan menarik.
judi, kalo dilihat dengan menggunakan akal sehat pasti merugikan. Namun bagaimana megah dan mewahnya tempat-tempat perjudian itu seakan merupakan hiburan kelas atas yang berkelas. Para penjudipun di bisikkan angan-angan kosong akan kekayaan jika menang. Tetapi tidak ada dalam sejarah orang yang kaya karena judi. Bahkan kebangrutan dan kehancuran rumah tangganya.
Zinapun juga demikian. Dibuat indah dan menarik sehingga film-film di TV dan juga di bioskop dipenuhi dengan adegan-adegan yang mengajak orang pada perzinaan. Seakan gonta-ganti selingkuhan terasa nikmat dan menjadi tren yang dilakukan oleh orang-orang yang kaya dan elit. Bahkan ada yang bangga dengan prestasinya meniduri banyak wanita.
Ribapun juga dibuat indah oleh iblis. Produk iblis terkait riba sungguh sangat indah dan paling berhasil. lihatlah bagaimana institusi perbankan, leasing dan perkreditan yang sangat marak, di dunia perbisnisan. Bahkan seseorang bisa berbangga manakala bekerja di bank, padahal ia seorang muslim yang selalu sholat 5 waktu. Terlebih lagi dimasa kini hampir tidak ada orang yang terlepas dari membeli kredit dengan akad yang mengandung riba bahkan parahnya ibadah hajipun menjadi komoditas rawan riba.
Lalu timbul pertanyaan di benak kita, mengapa iblis tidak mendatangi kita dari atas dan dari bawah kita?. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah tafsir Al Qur’an berikut ini:
Al-Fakhrur-Razy berkata: “Diriwayatkan bahwa ketika Iblis mengatakan ucapannya tersebut, maka hati para malaikat menjadi kasihan terhadap manusia mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, bagaimana mungkin manusia bisa melepaskan diri dari gangguan syaitan?” Maka Allah berfirman kepada mereka bahwa bagi manusia masih tersisa dua jalan: atas dan bawah, jika manusia mengangkat kedua tangannnya dalam do’a dengan penuh kerendah-hatian atau bersujud dengan dahinya di atas tanah dengan penuh kekhusyu’an, Aku akan mengampuni dosa-dosa mereka” (At-Tafsir Al-Kabir V/215).
Begitulah iblis dan bala tentaranya menyesatkan manusia. Kita sebagai seorang muslim tidak akan selamat dari jerat-jerata iblis kecuali dengan rahmad Allah Ta’ala. Karena itu, mintalah selalu kepada Allah petunjuk dan keselamatan serta berusahalah mengetahui jerat-jerat iblis. Karena memang tidak akan selamat seseorang dari jerat setan kecuali dengan ilmu dan pertolongan Allah.

WAWASAN AL-QUR'AN
JIHAD
BERJIHAD MENGHADAPI SETAN DAN NAFSU
 
Seperti  dikemukakan  di  muka, sumber segala kejahatan adalah
setan yang sering menggunakan kelemahan nafsu  manusia.  Setan
adalah  nama yang paling populer di antara nama-nama si perayu
kejahatan. Begitu populernya sehingga menyebut  namanya  saja,
terbayanglah,  kejahatan  itu. Nama setan dikenal dalam ketiga
agama samawi: Yahudi, Nasrani, dan  Islam.  Konon  kata  setan
berasal   dari  bahasa  ibrani,  yang  berarti  "lawan/musuh."
Tetapi, barangkali juga berasal  dari  bahasa  Arab,  syaththa
yang  berarti  "tepi",  dan  syatha  yang  berarti "hancur dan
terbakar", atau syathatha yang berarti "melampaui batas".
 
Setan, karena jauh dari rahmat Allah, akan hancur dan terbakar
di  neraka.  Setan  selalu  di  tepi, memilih yang ekstrem dan
melampaui batas. Bukankah  seperti  sabda  Nabi  saw.,  "Khair
al-umur   al-wasath"  (Sebaik-baik  sesuatu  itu  adalah  yang
moderat, yang di tengah). Demikian  halnya  kedermawanan  yang
berada  di  antara  keborosan  dan  kekikiran,  dan keberanian
berada di tengah antara takut dan ceroboh. Konon kata devil di
dalam  bahasa  Inggris  terambil  dari  kata  do  yang  berati
melakukan dan evil yang  berarti  kejahatan.  Dengan  demikian
setan adalah "yang melakukan kejahatan."
 
Setan terjahat bernama iblis. Sebagian pakar Barat berpendapat
bahwa kata iblis asalnya adalah dari  bahasa  Yunani  Diabolos
yang  mengandung  arti  memasuki dua pihak untuk menghasut dan
memecah belah.  Diabolos  adalah  gabungan  Dia  yang  berarti
ketika,  dan  Ballein  yang  berarti melontar. Hingga kemudian
secara majazi berarti demikian. Dari bahasa Arab, iblis diduga
terambil  dari  akar  kata  ablasa yang berarti putus harapan,
karena iblis telah putus harapannya masuk ke  surga.  Demikian
tulis Abbas Al-Aqqad dalam bukunya, iblis.
 
Yang  jelas Allah Swt. tidak menciptakan setan secara sia-sia.
Sejak manusia mengenalnya, sejak itu pula terbuka lebar  pintu
kebaikan   bagi   manusia,   karena  dengan  mengenalnya,  dan
mengetahui sifat-sifatnya, manusia dapat membedakan yang  baik
dan  yang  buruk.  Bahkan  dapat  mengenal substansi kebaikan.
Kebaikan bukan sekadar sesuatu yang tidak  jelek  atau  jahat,
bukan  pula  sekadar  lawan  kejelekan  atau  kejahatan. Wujud
kebaikan  baru  nyata  pada  saat  kejahatan  yang   ada   itu
diabaikan,  lalu  dipilihlah  yang  baik. Itu sebabnya manusia
melebihi malaikat, karena kejahatan tidak  dimiliki  malaikat,
sehingga  mereka  tidak  dapat  tergoda. Manusia dapat menjadi
setan pada saat ia enggan memilih yang baik lalu  merayu  yang
lain untuk memilih kejahatan.
 
Ketika   iblis   (setan)   dikutuk   Tuhan,  ia  bersumpah  di
hadapan-Nya:
 
     Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, maka saya
     benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari
     jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi
     (merayu) mereka dari muka dan dan belakang, dan kanan
     dan kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati
     kebanyakan mereka bersyukur (taat) (QS Al-A'raf [7]:
     16-17).
 
Ayat ini mengisyaratkan bahwa setan akan menghadang dan merayu
manusia  dari  empat penjuru: depan, belakang, kanan dan kiri,
sehingga tinggal  dua  penjuru  yang  aman,  yaitu  arah  atas
lambang kehadiran Allah Swt., dan arah bawah lambang kesadaran
manusia akan kelemahannya di hadapan Allah Swt. Manusia  harus
berlindung  kepada  Allah,  sekaligus  menyadari  kelemahannya
sebagai makhluk, agar dapat selamat  dari  godaan  dan  rayuan
setan.
 
Ulama-ulama menggambarkan godaan setan seperti serangan virus,
yaitu seseorang tidak akan terjangkiti olehnya selama memiliki
kekebalan   tubuh.   Imunisasi   menjadi  cara  terbaik  untuk
memelihara  diri  dari  penyakit   jasmani.   Kekebalan   jiwa
diperoleh  saat berada di arah "atas" maupun "bawah". Al-Quran
surat An-Nisa ayat 76 menggarisbawahi bahwa:
 
     Sesungguhnya tipu daya setan lemah.
 
Ini tentu  bagi  mereka  yang  memiliki  kekebalan  jiwa.  Ini
menjadi    dasar    Al-Quran   memerintahkan   manusia   untuk
berta'awwudz memohon perlindungan-Nya saat terasa ada  godaan,
sebagaimana  dalam  berjihad  seorang Muslim dianjurkan banyak
berzikir, antara lain dengan menyebut atau memekikkan  kalimat
takbir "Allahu Akbar".
 
Al-Quran  surat terakhir menggambarkan setan sebagai al-waswas
al-khannas. Kata al-waswas pada  mulanya  berarti  suara  yang
sangat  halus,  lantas  makna  ini berkembang hingga diartikan
bisikan-bisikan    hati.    Biasanya    dipergunakan     untuk
bisikan-bisikan  negatif,  karena  itu  sebagian  ulama tafsir
memahami kata ini sebagai setan. Menurut mereka  setan  sering
membisikkan rayuan dan jebakannya ke dalam hati seseorang
 
Kata  al-khannas  terambil  dari  kata  khanasa  yang  berarti
kembali,  mundur,  melempem,  dan  bersembunyi.  Dalam   surat
An-Nas,   kata  tersebut  dapat  berarti:  (a)  Setan  kembali
menggoda manusia pada saat manusia lengah dan melupakan Allah,
atau  (b) Setan mundur dan melempem pada saat manusia berzikir
dan mengingat Allah.
 
Pendapat kedua  ini  didukung  hadis  yang  diriwayatkan  oleh
Bukhari  --walaupun  dalam  bentuk  mu'allaq berasal dari ibnu
Abbas-- yang berkata bahwa Nabi Saw. bersabda,
 
     Sesungguhnya setan itu bercokol di hati putra Adam.
     Apabila berzikir, setan itu mundur menjauh, dan bila
     ia lengah, setan berbisik.
 
Ini berarti  bahwa  setan  dapat  mundur  dan  melempem,  atau
bersembunyi, jika manusia melakukan zikir kepada Allah.
 
Di atas telah dikemukakan bahwa setan, baik dari jenis jin dan
manusia selalu berupaya untuk membisikkan  rayuan  dan  ajakan
negatif,   yang   dalam  surat  An-Nas  disebut  yuwaswisu  fi
shudurin-nas. Dalam konteks ini, Al-Quran mengingatkan:
 
     Dan jika kamu ditimpa godaan setan, berlindunglah
     kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
     Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang
     bertakwa, bila mereka ditimpa waswas setan, mereka
     ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka
     melihat (menyadari) kesalahan-kesalahannya. (QS
     Al-A'raf [7]: 200-201)
 
Tidak mudah membedakan antara rayuan setan dan nafsu  manusia.
Ulama-ulama,   khususnya  para  sufi,  menekankan  bahwa  pada
hakikatnya manusia tidak mengetahui gejolak nafsu dan  bisikan
hati, kecuali bila dapat melepaskan diri dari pengaruh gejolak
tersebut. Al-Tustari seorang sufi agung menyatakan:
 
     Tidak mengetahui bisikan syirik kecuali orang Muslim,
     tidak mengetahui bisikan kemunafikan kecuali orang
     Mukmin, demikian juga bisikan kebodohan kecuali yang
     berpengetahuan, bisikan kelengahan kecuali yang ingat,
     bisikan kedurhakaan kecuali yang taat, dan bisikan
     dunia kecuali dengan amalan akhirat.
 
Bisikan-bisikan tersebut  dapat  ditolak  dengan  jihad,  yang
dilakukan  dengan  menutup  pintu-pintu  masuknya, atau dengan
mematahkan semua kekuatan  kejahatannya.  Banyak  pintu  masuk
bisikan negatif ke dalam dada manusia, antara lain:
 
  1. Ambisi yang berlebihan dan prasangka buruk terhadap
     Tuhan. Ini melahirkan budaya mumpung serta kekikiran.
     Pintu masuk tersebut dapat ditutupi dengan keyakinan
     terhadap kemurahan Ilahi, serta rasa puas terhadap
     hasil usaha maksimal yang halal.
     
  2. Gemerlap duniawi. Pintu ini dapat tertutup dengan
     sikap zuhud dan kesadaran ketidakkonsistenan kehidupan
     duniawi. Di siang hari Anda dapat melihat seorang
     kaya, berkuasa, atau cantik, dan menarik, tetapi pada
     sore hari semuanya dapat hilang seketika.
     
  3. Merasa lebih dari orang lain. Setan biasanya
     membisikkan kalimat-kalimat yang mengantarkan
     mangsanya merasa bahwa yang telah dan sedang
     dilakukannya adalah benar dan baik. Pintu masuk ini
     dapat dikunci dengan kesadaran bahwa penilaian Tuhan
     ditetapkan dengan memperhatikan keadaan seseorang
     hingga akhir usianya.
     
  4. Memperkecil dosa atau kebaikan. Sehingga
     mengantarkan yang bersangkutan melakukan dosa dengan
     alasan dosa kecil, atau enggan berbuat baik dengan
     alasan malu karena amat sederhana. Ini mesti ditampik
     dengan menyadari terhadap siapa dosa dilakukan, yakni
     terhadap Allah. Juga kesadaran bahwa Allah tidak
     menilai bentuk perbuatan semata-mata, tetapi pada
     dasarnya menilai niat dan sikap pelaku.
     
  5. Riya' (ingin dipuji baik sebelum, pada saat, maupun
     sesudah melakukan satu aktivitas). Hal ini dihindari
     dengan menyadari bahwa Allah tidak akan menerima
     sedikit pun amal yang dicampuri pamrih.
 
Sufi besar Al-Muhasibi menjelaskan  bahwa  setan  amat  pandai
menyesuaikan bisikannya dengan kondisi manusia yang dirayunya.
Orang-orang   durhaka   digodanya   dengan   mendorong    yang
bersangkutan  meninggalkan ketaatan kepada Allah dan dibisikan
kepadanya bahwa perbuatannya (yang buruk)  adalah  baik/indah.
Upaya setan itu biasanya langsung mendapat sambutan mangsanya.
 
Adapun  terhadap  orang  yang taat kepada Allah, bisikar setan
dilakukan   dengan   cara    mendorong    agar    meninggalkan
amalan-amalan  sunah  dengan  berbagai  dalih, misalnya, letih
atau  mengganggu  konsentrasi  saat   mengamalkannya,   bahkan
menimbulkan  pikiran-pikiran  yang dapat mengurangi nilai amal
ibadah.  Hal-hal  tersebut  dapat  di  tampik  dengan   zikir,
mengingat   Allah,  melaksanakan  tuntunan-tuntunannya,  serta
menyadari kelemahan, dan kebutuhan manusia kepada-Nya.
 
Di sisi lain perlu diingat bahwa  kemiskinan,  kebodohan,  dan
penyakit  merupakan  senjata~senjata  setan  sekaligus menjadi
iklim yang mengembangbiakkan virus-virus kejahatan.
 
     Setan menjanjikan (mentakut-takuti) kamu dengan
     kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan,
     sedangkan Allah menjanjikan kamu ampunan dan karunia.
     Allah Mahaluas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui (QS
     Al-Baqarah [2]: 268).
 
Penyakit juga merupakan senjata setan. Perhatikan keluhan Nabi
Ayyub  a.s.yang  diabadikan Al-Quran surat Shad ayat 41 ketika
menderita penyakit menahun.
 
     Dan ingatlah akan hamba Kami, Ayub (a.s.), ketika ia
     menyeru Tuhannya, "Sesungguhnya aku diganggu setan
     dengan kepayahan dan siksaan (penyakit)."
 
Kebodohan juga merupakan senjata dan lahan  subur  bagi  setan
untuk memberi janji-janji kepada manusia:
 
     Setan selalu memberi janji-janji kepada mereka, dan
     membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal
     setan tidak menjanjikan kepada mereka selain tipuan
     belaka (QS Al-Nisa' [4]: 120).
 
Manusia dituntut berjihad melawan segala macam  rayuan  setan,
menyiapkan  iklim  dan  lokasi  yang  sehat  untuk menghalangi
tersebarnya  wabah  dan  virus   yang   diakibatkan   olehnya.
Selanjutnya  yang  akan terjangkiti penyakit hati adalah orang
kafir  dan  munafik.  Al-Quran  dan  Sunnah  menjelaskan  cara
menghadapi mereka. Intinya dijelaskan oleh sabda Nabi Saw..
 
     Siapa yang melihat kemungkaran hendaklah dicegahnya
     dengan tangannya, bila ia tidak mampu maka dengan
     lidahnya, dan bila tidak mampu maka dengan hatinya...
 
Ketiga cara ini termasuk berjihad juga.
 
BERJIHAD DENGAN SENJATA
 
Al-Quran menyebutkan bahwa yang pertama dan  utama  pada  saat
melakukan  jihad  --dengan  fisik atau bukan-- adalah kesiapan
mental, yang intinya adalah keimanan dan  ketabahan.  Al-Quran
surat Al-Anfal ayat 65 mengingatkan:
 
     Hai Nabi, kobarkanlah semangat kaum Mukmin untuk
     berperang. Jika ada di antara kamu dua puluh orang
     yang sabar, maka mereka dapat mengalahkan dua ratus
     orang musuh. Kalau ada di antara kamu seratus orang
     (yang sabar), maka mereka dapat mengalahkan seribu
     orang kafir, ini karena mereka (orang-orang kafir)
     tidak mengerti.
 
Pada mulanya para sahabat Nabi Saw. memang berat  melaksanakan
tuntunan ini, karena itu turun keringanan yang menyatakan,
 
     Sekarang Allah meringankan untukmu. Dia mengetahui
     bahwa padamu ada kelemahan, maka jika di antara kamu
     ada seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat
     mengalahkan dua ratus orang, dan jika ada seribu orang
     (yang sabar) niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu
     orang dengan seizin Allah Dan Allah beserta
     orang-orang yang sabar (QS Al-Anfa1 [8]: 66).
 
Sebelum memberi tuntunan, Al-Quran memerintahkan Rasul sebagai
pemimpin  kaum  Mukmin  agar mempersiapkan kekuatan menghadapi
musuh. Seandainya musuh mengetahui kesiapan kaum Muslim terjun
ke  medan  jihad, tentu mengurungkan niat agresi mereka. Allah
berfirman dalam surat Al-AnfA1 [8]: 60.
 
     Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh)
     kekuatan yang kamu sanggupi, dan dari kuda-kuda yang
     ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
     kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan
     orang-orang selain mereka yang tidak kamu ketahui,
     sedangkan Allah mengetahuinya.
 
Tetapi lanjutan ayat ini menyebutkan sikap  Al-Quran  terhadap
peperangan,   yaitu   upaya  untuk  menghindarinya  dan  tidak
dilakukan kecuali setelah seluruh cara damai ditempuh:
 
     Dan jika mereka condong kepada perdamaian, condonglah
     kepadanya, dan berserah dirilah kepada Allah.
     Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha
     Mengetahui. Jika mereka bermaksud untuk menipumu, maka
     sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi Pelindungmu). Dia
     yang menguatkanmu dengan pertolongan-Nya dan dengan
     para Mukmin (QS 8: 61-62).
 
Memang, peperangan  pada  hakikatnya  tidak  dikehendaki  oleh
Islam. Seorang yang telah dihiasi iman pasti akan membencinya,
begitu yang dijelaskan Al-Quran:
 
     Diwajibkan kepada kamu berperang, padahal berperang
     adalah sesuatu yang kamu benci, (tetapi) boleh jadi
     kamu membenci sesuatu tetapi baik untukmu, dan boleh
     jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal buruk bagimu.
     Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui (QS
     2: 216).
 
Allah Swt. mewajibkan perang  dan  jihad,  karena  sebagaimana
firman-Nya:
 
     Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian
     manusia dengan sebagian yang lain (mengizinkan
     peperangan), maka pasti rusaklah bumi ini. Tetapi
     Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan pada seluruh
     alam) (QS Al-Baqarah [2]: 251)
 
Ayat tersebut turun berkaitan dengan izin peperangan bagi kaum
Muslim,  dan  izin  itu  diberikan  dengan  penjelasan tentang
alasannya:
 
     Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang
     diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya.
     Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong
     mereka. Yaitu orang-orang yang telah diusir dari
     kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar,
     kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah
     Allah". Sekiranya Allah tidak menolak keganasan
     sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya
     akan dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
     rumah-rumah ibadat orang Yahudi, dan masjid- masjid
     yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.
     Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi
     Mahaperkasa (QS Al-Hajj [22]: 39-40).
 
Jihad atau peperangan  yang  diizinkan  Al-Quran  hanya  untuk
menghindari  terjadinya penganiayaan sebagaimana bunyi firman-
Nya:
 
     Perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi (kamu)
     dan jangan melampaui batas, karena sesungguhnya Allah
     tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS 2:
     190).
 
"Melampaui batas" dijelaskan  oleh  Nabi  Saw.  dengan  contoh
membunuh  wanita,  anak  kecil,  dan orang tua. Bahkan oleh A1
Quran salah satu pengertiannya adalah tidak mendadak melakukan
penyerangan, sebelum terjadi keadaan perang dengan pihak lain:
karena itu jika sebelumnya ada  perjanjian  perdamaian  dengan
suatu  kelompok, perjanjian itu harus dinyatakan pembatalannya
secara tegas terlebih dahulu.
 
Al-Quran menegaskan:
 
     Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan
     dari satu golongan, kembalikanlah perjanjian
     perdamaian kepada mereka secara jujur. Sesungguhnya
     Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat (QS
     Al-Anfal [8]: 58)
 
Peperangan harus  berakhir  dengan  berakhirnya  penganiayaan.
Begitu penegasan Al-Quran:
 
     Perangilah mereka sampai batas berakhirnya
     penganiayaan, dan agama itu hanya untuk Allah belaka.
     Jika mereka telah berhenti dari penganiayaan, tidak
     lagi dibenarkan permusuhan kecuali atas orang-orang
     yang zalim (QS Al-Baqarah [2]: 193).
 
Kaum Muslim yang melampaui batas ketetapan Allah  pun  dinilai
berbuat  zalim, dan atas dasar itu mereka wajar untuk dimusuhi
Allah dan kaum Mukmin (yang lain).
 
Perlu disadari bahwa izin memerangi kaum  kafir  bukan  karena
kekufuran  atau keengganan mereka memeluk Islam, tetapi karena
penganiayaan yang mereka 1akukan terhadap "hak  asdsi  manusia
untuk  memeluk  agama  yang dipercayainya". Banyak sekali ayat
yang dapat diketengahkan untuk membuktikan hal  itu,  misalnya
lanjutan ayat Al-Baqarah 191:
 
     Bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka dan
     usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu,
     fitnah (penganiayaan dan pengacauan) lebih besar
     bahayanya daripada pembunuhan, (tetapi) jangan perangi
     mereka di Masjid Al-Haram kecuali jika mereka
     memerangi kamu di sana. Apabila mereka memerangi kamu,
     bunuhlah mereka! Demikian itulah balasan bagi
     orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari
     penganiayaan/permusuhannya), sesungguhnya Allah Maha
     Pengampun lagi Maha Penyanyang (QS Al-Baqarah [2]:
     191-192) .
 
Dalam ayat lain ditegaskan:
 
     Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku
     adil (memberi sebagian hartamu) terhadap orang-orang
     (non-Muslim) yang tidak memerangi kamu karena agama,
     dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu.
     Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
     adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
     (menjadikan sebagai kawanmu) orang-orang yang
     memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dan
     negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.
     Barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka
     mereka itulah orang-orang yang zalim (QS Al-Mumtahanah
     [60]: 8-9).
 
Dari ayat-ayat itu --dan ayat-ayat lain  seperti  dalam  surat
An-Nisa'  ayat  75--  dipahami  bahwa  Al-Quran  mensyariatkan
peperangan untuk mengusir  orang-orang  yang  menduduki  tanah
tumpah darah; gugur dalam medan perjuangan ini dinilai sebagai
syahid. Ulama-ulama  menegaskan  bahwa  jihad  membela  negara
selama  musuh  masih  berada  di luar wilayah negara, hukumnya
fardhu kifayah. Oleh karena itu,  bila  telah  ada  sekelompok
masyarakat  yang  melaksanakan  pembelaan,  maka kewajiban itu
gugur bagi orang yang tidak melaksanakannya. Tetapi jika musuh
telah  memasuki  wilayah  negara,  maka hukumnya adalah fardhu
'ain, yakni wajib bagi setiap individu bangkit berjihad sesuai
dengan batas kemampuan masing-masing.
 
                              ***
 
Demikian terlihat  bahwa  jihad  beraneka  ragam:  memberantas
kebodohan,  kemiskinan,  dan  penyakit adalah jihad yang tidak
kurang  pentingnya  daripada   mengangkat   senjata.   Ilmuwan
berjihad  dengan memanfaatkan ilmunya, karyawan bekerja dengan
karya yang baik,  guru  dengan  pendidikannya  yang  sempurna,
pemimpin  dengan  keadilannya,  pengusaha dengan kejujurannya,
demikian seterusnya.
 
Dahulu, ketika kemerdekaan belum diraih,  jihad  mengakibatkan
terenggutnya  jiwa,  hilangnya  harta  benda,  dan  terurainya
kesedihan  dan  air  mata.   Kini   jihad   harus   membuahkan
terpeliharanya  jiwa,  terwujudnya  kemanusiaan  yang adil dan
beradab, melebarnya senyum dan  terhapusnya  air  mata,  serta
berkembangnya harta benda. Sehingga,
 
     Apakah kamu menduga akan masuk surga, padahal belum
     nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara
     kamu dan belum nyata pula orang-orang yang tabah? (QS
     Ali 'Imran [3]: 142).